Belajar dari Setiap Langkah: Perjalanan Aisha di POMNAS Lewat Papan Catur
Belajar dari Setiap Langkah: Perjalanan Aisha di POMNAS Lewat Papan Catur

Gedung Kemahasiswaan, Berita Kemahasiswaan Online —Pada ajang Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional (POMNAS) XIX Tahun 2025, Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta turut mendelegasikan mahasiswa terbaiknya di cabang olahraga catur. Ia adalah Aisha Mardiah, mahasiswi Program Studi Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, yang kini duduk di semester lima.

Keikutsertaan Aisha dalam ajang bergengsi ini menjadi pengalaman pertamanya berlaga di tingkat nasional. Dalam pertandingan yang berlangsung pada 19–27 September 2025 di Semarang dan Solo, Aisha tampil mewakili kontingen DKI Jakarta dan bersaing dengan para pecatur terbaik dari seluruh Indonesia.

Kisah perjuangan Aisha di ajang Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional (POMNAS) XIX 2025 bukan hanya tentang strategi di atas papan catur, tapi juga tentang proses panjang, ketekunan, dan rasa cinta yang tumbuh sejak kecil terhadap permainan yang disebutnya sebagai “miniatur kehidupan”.

Bagi Aisha, tampil di POMNAS menjadi pengalaman berharga yang tak terlupakan. Bukan cuma tentang catur, tapi menurutnya tentang kekeluargaan dan kenyamanan dari kontingen DKI Jakarta. 

“Keren banget, banyak pengalaman dan relasi yang gua dapetin. Lawan-lawannya juga hebat-hebat, dan dari mereka gua banyak belajar strategi serta wawasan baru,” ujarnya, Kamis, (9/10/25).

Perjalanan Aisha mengenal catur dimulai sejak kelas 4 SD, bermula dari papan catur bekas pemberian tetangga. Ibunya yang hanya “sekadar bisa” bermain menjadi guru pertama yang mengenalkannya pada dunia strategi tersebut. 

“Dulu tiap hari gua ngajak mamah main catur sampe dia muak,” kenangnya sambil tertawa. 

Selain itu, ia juga pernah bermain catur dengan bapaknya dan berujung menang. Ketika beranjak SMP, ia sering bermain catur di sekolah hingga beberapa kali menang. Hal itu berlanjut hingga jenjang SMA, hingga pernah membuat club catur semasanya. 

Sejak saat itu, catur menjadi bagian hidupnya, bahkan sampai dijuluki ‘Aisha Catur’ oleh teman-teman sekolahnya. Meski aktif bermain sejak kecil, Aisha baru mulai terjun ke turnamen saat kuliah.

Saat menginjak bangku perkuliahan, Aisha bergabung dengan UKM Forsa (Federasi Olahraga Mahasiswa) divisi catur dan mulai mengikuti berbagai kompetisi, dari tingkat kampus hingga nasional. Dari ajang POMPROV DKI Jakarta, ia berhasil meraih juara 3 catur perorangan dan juara 1 catur beregu kategori kilat. Prestasi ini yang kemudian mengantarkannya ke POMNAS 2025.

“Jujur, jam terbang gua masih jauh banget. Tapi mungkin karena ‘keajaiban’ waktu POMPROV, nama gua akhirnya dilirik dan ditawarin ikut POMNAS,” ceritanya.

Aisha mengaku dukungan kampus berperan besar dalam perjalanannya. Kampus memberikan dukungan yang luar biasa banget. Dari sebelum berangkat dikasih bekal, sampai didukung langsung di Semarang. 

“Jujur, itu bikin gua makin semangat, walaupun di sisi lain juga ngerasa pressure karena masih merasa belum pantas bersaing di level nasional,” katanya.

Meski begitu, di balik prestasinya, ada pengorbanan besar yang ia lakukan. Ia harus meninggalkan beberapa perkuliahan favorit demi latihan dan pertandingan. “Gua suka kuliah, suka ekonomi. Tapi mau nggak mau harus bagi waktu. Kuncinya manajemen waktu, kapan fokus kuliah, kapan latihan,” tambahnya.

Bagi Aisha, catur bukan sekadar permainan, tapi refleksi hidup. Catur itu sebuah miniatur kehidupan. Dari catur dirinya belajar bertahan, berkorban, dan sadar kalau setiap langkah punya batasnya, kalau tidak tepat atau dilanggar bisa ngancurin permainan, begitupun kehidupan.

Kini, setelah POMNAS, Aisha menargetkan tampil di PORPROV Banten 2026 dan berharap bisa melaju hingga PON. Di sisi akademik, ia tetap berkomitmen menjaga IPK dan ingin menjadi mahasiswa terbaik saat lulus nanti.

“Jangan egois dan jangan lupa kalo lu juga mahasiswa. Jangan sampe ngejar target secara brutal tapi ngelupain kesehatan fisik dan mental. Tetap balance, tetap waras, dan percaya sama proses,” pesannya.

Dokumentasi kegiatan:

2..

3..

4..

 

Reporter: Muhammad Naufal Waliyyuddin | Fotografer: Siti Wardatul Jannah | Editor: Muhammad Haikal Aby