Kisah Alimin: Kebebasan di Balik Jeruji
Kisah Alimin: Kebebasan di Balik Jeruji

Aula Student Center, Berita Kemahasiswaan Online “Bukan tembok penjara yang mengurung kebebasan, tetapi ketidakadilan. Keadilanlah yang aku impikan.” Begitulah pesan yang bergema dari mulut Alimin, salah satu pementasan parade monolog oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Teater Syahid UIN Jakarta pada Kamis (19/12/2024) di Aula Student Center (SC). 

Tak kalah menarik parade monolog tersebut mementaskan tiga pementasan lainnya dimulai dari 19-20 Desember 2024. Pementasan itu di antaranya Regen, Millennials 20, Dua Puluh Menit Saja, dan A Report to an Academy.

Kisah monolog Alimin membuat penonton merasakan sosoknya. Alimin, seorang pria yang meski tubuhnya terkurung di balik jeruji, tetapi jiwanya merasa bebas. Ia tak merasa terkungkung oleh penjara, karena dalam hati, jiwa dan pikirannya tetap bebas untuk melakukan apa saja. 

Keberadaan jeruji besi dan tembok penjara seakan tak berdaya menghadang tekad dan keyakinan Alimin. Meskipun dunia luar tak dapat dijangkaunya, ia menemukan kebebasan dalam pikirannya yang liar dan dalam mimpinya yang tak terbatas. Kebebasan bagi Alimin bukan lagi soal fisik, melainkan tentang bagaimana ia mampu menguasai ruang batin dan pikiran yang tak bisa dipenjara oleh siapa pun.

Alimin diperankan oleh Muhammad Fajar Mulia,  dengan disutradarai oleh Ananda Dwi Pangestu. Alimin karakter karya Putu Wijaya adalah seorang pria yang penuh emosi, menggambarkan konflik batin, kebebasan, dan pencarian keadilan.

Dalam monolog berdurasi setengah jam, Fajar membawa penonton menyusuri kompleksitas pikiran Alimin. Dengan ekspresi wajah yang tajam, gerak tubuh yang kuat, dan suara yang menggema, ia menggambarkan seseorang yang menolak menyerah pada nasib. Alimin tidak melihat penjara sebagai hukuman, melainkan ruang perenungan. Di sana, ia menemukan kebebasan yang sesungguhnya: kebebasan berpikir.  

Ananda Dwi Pangestu, sang sutradara, memilih naskah tersebut karena kisah Alimin menyentuh tema besar tentang keadilan dan kebebasan. Menurut Ananda, cerita tersebut menggambarkan seorang individu yang terjerumus dalam kejahatan karena perasaan putus asa. 

"Alimin melakukan kesalahan, tapi ia tidak merasa itu salah. Ia merasa diperlakukan tidak adil. Melalui monolog ini, saya berharap penonton bisa lebih sadar bahwa keadilan harus selalu ada," ujar Ananda di sela-sela wawancara, pada Kamis (19/12/2024).

Aktor utama, Muhammad Fajar Mulia berhasil membawakan karakter Alimin dengan begitu mendalam dan penuh emosi. Setiap ekspresi wajah dan gerak tubuhnya menggambarkan betapa konflik batin yang dialami oleh Alimin begitu kompleks. Penonton dapat merasakan bagaimana jiwa Alimin yang terpenjara, meskipun tubuhnya berada di dalam sel.

Panggung sederhana diitari kain bewarna hitam dengan pencahayaan yang berfokus pada Alimin membuat penonton tergugah. Salah satu penonton, sebut saja ia Irsal. Ia menceritakan perasaannya ketika menonton pertunjukan Alimin. 

"Seru banget, pengen nonton lagi! Pembawaan aktornya bagus banget. Aktor yang memerankan benar-benar membawa kita masuk ke dalam dunia Alimin, menghayati setiap konflik yang ada," ujar Irsal pada Kamis (19/12/2024).

Tak kalah menarik dengan Irsal, Yola sebagai penonton pun merasakan dunia Alimin, banyak pesan yang ia tangkap tetapi susah untuk diutarakan.

"Banyak banget pesan yang didapat dari penampilan ini. Penampilan aktornya juga keren banget. Setiap monolog membuka pemikiran baru tentang kehidupan, keadilan, dan bagaimana kita melihat dunia ini," ujar Yola pada Kamis (19/12/2024).

Reporter: Mustika Pertiwi/Syarifah Nur Kholidah.