Orasi Literasi Bambang Prihadi: Jangan Memimpikan, tapi Melanjutkan
Orasi Literasi Bambang Prihadi: Jangan Memimpikan, tapi Melanjutkan

Auditorium Harun Nasution, Berita Kemahasiswaan Online Di bawah langit malam dalam naungan gedung, Jumat (6/12/24), sebuah orasi literasi dan kebudayaan digelar di Auditorium Harun Nasution, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Acara ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan dari Ciputat Membaca yang dilaksanakan pada hari terakhir pelaksanaannya. 

Orasi literasi dan kebudayaan tersebut menghadirkan Bambang Prihadi, sebagai Ketua Dewan Kesenian Jakarta, untuk membacakan sebuah pidato kebudayaan bertemakan “Makna Literasi sebagai Budaya Hidup”.

Bambang Prihadi mengawali pidatonya dengan sebuah lagu pertama milik grup musik rock asal Inggris, The Beatles, yang berjudul "Hey Jude". Diiringi lantunan musik, Ia membacakan sebuah puisi yang menceritakan seorang pemikir, kritikus, pejuang kebudayaan, dan juga penggerak organisasi budaya. Ia menyatakan, lirik lagu yang ditulis oleh Paul McCartney, memiliki spirit yang sama dengan puisi yang ia bacakan.

“Jangan larut dalam kesedihan dan jangan memperburuk hidup, nikmati segala luka dan duka yang kau temui, rangkul dan jadikan ia bagian dari perjalanan hidup. Dengan itu kau akan menggapai masa depan yang lebih baik,” tuturnya menyampaikan inti pesan dari lagu dan puisi pada Jumat, (6/12/2024).

Ketua Dewan Kesenian Jakarta ini mengambil titik tolak pidatonya dari pengalaman kerjanya yang bersyaratkan literasi serta kisah dari orang-orang yang dekat dengan kehidupannya. Radhar Panca Dahana, salah seorang penggerak organisasi kebudayaan yang pernah menemani perjalanan hidup Bambang Prihadi, menjadi bagian dari pidato. 

Bambang mengungkap bahwa Radhar Panca Dahana adalah seseorang yang mengoptimalkan seratus persen tenaga, pikiran, perasaan, dan aspek spiritualitas untuk mewujudkan sebuah komitmen yang baginya seperti ratusan kuda yang menarik kereta kencana. “Bekerja bersamanya saya seperti dipompa untuk memiliki stamina yang tinggi baik fisik maupun nonfisik. Modal kerjanya menitikberatkan pada makna proses yang kompleks dan tertib,” ungkapnya. 

Bambang Prihadi menegaskan bahwa, membaca membutuhkan ruang waktu untuk merenungkan serta menguji coba apa yang telah kita baca. Tantangannya bagaimana kita terus didera dengan informasi yang tiada henti, baik suka tidak suka, ataupun butuh tidak butuh. “Contohnya pada bidang teater, naskah yang sama ketika dimainkan oleh aktor yang berbeda akan menghasilkan keunikannya sendiri,” ujarnya.

Salah satu pengalaman nyata Bambang Prihadi dalam membaca yaitu tertuang dalam Lab Teater Ciputat (LTC) yang bekerja sama dengan berbagai sanggar teater yang ada di berbagai daerah di Indonesia. Dirinya melahirkan tiap karya melalui sebuah proses pendekatan yang berbeda-beda, seperti saat LTC terlibat dalam pendampingan ibu-ibu korban kekerasan peristiwa 98. Selama 8 bulan, LTC menggunakan latihan teater gembira  sebagai media trauma healing kehidupan pasca tragedi, sehingga lahir karya yang berjudul "Terjepit".

“Menurut saya, kita perlu menyudahi romantisme kita, pada tokoh-tokoh yang terdahulu. Saya kira apa yang bisa kita lakukan hari ini, bukan dalam kita memimpikan lahirnya pilar seperti dulu, tapi bergerak bagaimana cara kolaborasi untuk mendaratkan apa yang sudah mereka pikirkan,” pesannya. 

Ia menutup orasi literasi kebudayaan ini dengan membacakan sebuah puisi untuk salah satu sahabat inspiratifnya yaitu, Abdullah Moh. Acara dilanjutkan dengan penyampaian orasi bebas dari salah satu mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ditutup dengan pernyataan sikap yang digaungkan oleh 17 komunitas literasi yang berkolaborasi bersama untuk kegiatan Ciputat Membaca serta diakhiri dengan penampilan musik dari Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) KMM Riak.

Reporter: Azzumi Azka Gigannia/M. Naufal Waliyyuddin/Ibrahim Haikal/Salsabila Azahra