Suarakan Isu Perempuan, Teater Syahid Gelar Pementasan “Jamila”
Suarakan Isu Perempuan, Teater Syahid Gelar Pementasan “Jamila”

Aula Student Center, Berita Kemahasiswaan Online“Drama adalah alat perjuangan melawan.” Gagasan itu dilontarkan penulis naskah Pelacur dan Sang Presiden, Ratna Sarumpaet, seusai melihat naskahnya diadaptasi dalam Studi Pertunjukan “Jamila” Teater Syahid pada Minggu (15/6/2025). Di ruangan yang redup dengan sinar lampu sorot mengarah ke Ratna, para pemain, panitia, dan penonton mendengar dengan hikmat gagasan yang disampaikan.

Kondisi Aula Student Center senyap kala itu, Ratna menyampaikan,  pertunjukan yang dibuat berdasarkan kondisi saat ini, selalu mengisi Indonesia dalam jangka waktu yang sangat panjang. Maka dari itu, dibutuhkan keberanian untuk mengatakan antara yang benar dan salah

Bagi Ratna, teater bukan sekadar akting. Hal terpenting dalam teater, lanjut Ratna, gagasan yang ingin disampaikan. Ratna mengajak para penonton untuk meletakkan teater sebagai corong menyuarakan sesuatu yang diinginkan. 

“Saya senang sekali bertemu dengan orang-orang yang juga menyukai teater karena teater itu adalah seni tertua di dunia. Dari perang dunia pertama, drama adalah alat perjuangan melawan,” ungkap Ratna, Minggu (15/6/2025).

Di sesi yang berbeda, Ratna menyampaikan, naskah tersebut dirancang berdasarkan kondisi sosial di Indonesia. Ia menjelaskan, perdagangan anak yang terjadi di salah satu daerah di Indonesia menjadi latar belakang pembuatan naskah.

“Saya sih berharap kesadaran, tapi masyarakat juga harus menonton karena ini dibikin untuk masyarakat, kan. Untuk apa teater dibikin kalau masyarakat tidak menonton?” ujarnya. 

Tak hanya Ratna, salah satu penonton teater dari mahasiswa Program Studi (Prodi) Hubungan Internasional (HI), Ibrahim Haikal Putra Abadi meyakini teater sebagai alat perjuangan. Seusai menonton teater Jamila, Ibrahim mengatakan, kehadiran Ratna Sarumpaet pada hari terakhir pementasan membuat para pemeran lebih menjiwai dan berkarakter ketika bersandiwara.

“Di sini ada yang jadi korban dan pelaku, tetapi semuanya merasakan kesedihan. Yang jadi korban karena lingkungan dan yang jadi pelaku karena keadaan, seperti kemiskinan, kemunafikan, dan nafsu birahi laki-laki. Kata-kata terakhir Jamila, ‘Hidup itu keras, tapi lu harus lebih kuat, Men,’ tapi dengan cara Sanji ya, dengan cara flamboyan,” ucap Ibrahim menggebu-gebu, Minggu (15/4/2025). 

Berbeda dengan Ibrahim, salah satu anggota Teater Patri, Dini Ghina Faghriyah berpendapat, teater adalah ruang meditasi. Ketika berteater, lanjut Dini, ia mengeluarkan emosi lewat adegan yang diperankannya. Dini mengungkapkan, teater mengajarkan cara meluapkan emosi dengan benar. Melalui pementasan Jamila, Dini merasakan, perempuan dipandang sebelah mata oleh laki-laki.

“Banyak banget yang bilang kalau perempuan itu dilihat dari badannya aja dan segala macemnya. Nah, di sini kita tahu ternyata di negara Indonesia ini banyak banget yang berpikiran seperti itu, bahkan kayak sudah dinormalisasikan gitu,” jelas Dini, Minggu (15/6/2025).

 

Reporter: Wan Muhammad Arraffi | Editor : Ahmad Zaidan Hafidz | RA Diana Maulidah

Foto Dokumentasi : 

10

9

8

7

6

5

4

3

2